Perjalanan kariernya tidak mudah. Saat mengandung anak pertama yang saat itu usia kandungannya masuk 8 bulan, suami tercinta harus melaksanakan tugas ke Aceh dan satu bulan berikutnya anak pertamanya pun lahir. Terlebih lagi, selang satu hari setelah bersalin, dirinya harus melaksanakan ujian akhir program D3 Kebidaban, dan saat itu lulus tahap pertama untuk semua mata kuliah walaupun hanya puas dengan nilai IP. 2,98.
Setelah wisuda, Nunung kemudian memasukan lamaran ke Dinas Kesehatan. Hal itu sesuai impiannya agar bisa mengabdikan diri ke masyarakat dengan memberikan pelayanan di bidang kesehatan sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Tak disangka, jarak ketika memasukan lamaran sampai dengan pengangkatan bidan tenaga kontrak hanya berselang satu hari. Bulan Januari 2005 dirinya berstatus bidan kontrak dengan gaji Rp.500,000,- dan di tempatkan di daerah pengunungan dengan akses yang serba sulit baik tarnsportasi, alat komunikasi dan jalan yang begitu menakutkan.
Pada tahun 2006 dari statusnya dari bidan kontrak menjadi bidan PTT (Pegawai Tidak Tetap) yang mana sumber gajinya dari pusat APBD I dengan nominal gaji diterimakan Rp 600.000,-.Hujan panas selalu mengiringi dan tak menyurutkan tekadnya, Bahkan menjadi semangat dan tantangan tersendiri bagi wanita yang satu ini. Terlebih lagi dihadapkan dengan adat yang cukup kental sempat membuatnya agak sulit untuk merubah kebiasaan warga setempat untuk memeriksakan kesehatannya ke bidan desa.
Seiring berjalannya waktu, kepercayaan warga semakin meningkat dan memudahkannya untuk melakukan perubahan terutama bidang kesehatan. Pengabdiannya membuahkan hasil, kehadirannya sangat diterima oleh masyarakat Bahkan diwujudkan langsung dengan dibuatkan rumah dinas dari dana swadaya desa tahun 2005/2006. Atas kepercayaan masyarakat yang sangat besar itulah, membuat tekadnya kuat untuk terus memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Tampilkan Semua