Di tengah pertanyaan orang tentang apa yang dilakukan polisi untuk mengusut kematian Udin, si Kanit Reskrimum tersebut kemudian dimutasikan dari tempat dinasnya di Yogyakarta ke Mabes Polri di Jakarta. Apakah ia seorang pahlawan yang perlu diselamatkan dan dilindungi ataukah ia seorang yang teledor dan melakukan kesalahan sehingga patut dihukum? Ataukah justru ia menyelamatkan Polri dari kemarahan penguasa saat itu? yang jelas pertanyaan ini bagi publik juga menggantung. Beberapa sumber menyebut sang mantan Kanit kini telah berpangkat Kombes dan berdinas di satuan khusus di kepolisian.
Penjelasan polisi berbeda dengan logika masyarakat. Masyarakat menilai ada skenariopihak tertentu yang tampaknya mencoba mengalihkan kasus ini. Seorang perempuan bernama Tri Sumaryani mengaku ditawari sejumlah uang sebagai imbalan membuat pengakuan bahwa Udin melakukan hubungan gelap dengannya dan kemudian dibunuh oleh suaminya. Sedangkan Dwi Sumaji (Iwik) seorang sopir perusahaan iklan, juga mengaku dikorbankan oleh polisi untuk membuat pengakuan bahwa ia telah membunuh Udin. Iwik mengaku dipaksa meminum bir berbotol-botol dan kemudian ditawari uang, pekerjaan, dan seorang pelacur. Namun di pengadilan, pada 5 Agustus 1997 Iwik mengatakan, “Saya telah dikorbankan untuk bisnis politik dan melindungi mafia politik.”
Hal tersebut memunculkan berbagai pro-kontra sekaligus sorotan terhadap kinerja Polri. Berbagai pihak termasuk di antaranya Sri Sultan Hamengku Buwono X, Pangdam IV Diponegoro, Kapolda Jateng-DIY dan sejumlah pejabat pemerintahan meminta agar kasus Udin diusut tuntas dan siapapun yang terlibat dalam kasus tersebut harus diproses secara hukum. Bahkan Kassospol ABRI saat itu, Letjen TNI Syarwan Hamid menegaskan bahwa oknum ABRI yang terlibat dalam kasus Udin akan ditindak tegas. di tengah berbagai tekanan publik, saat itu Kapolda Jateng-DIY Mayjen Pol Harimas AS menyatakan bahwa pihak kepolisian sudah memiliki identitas lengkap pelaku kasus pembunuhan Udin.
Tampilkan Semua